Tuesday, July 1, 2014

Ibu, I miss you so much

Maafkan salahku, Ibu…. 

Hukum kekekalan energi dan semua agama menjelaskan bahwa apa pun yang 
kita lakukan pasti akan dibalas sempurna kepada kita. Apabila kita 
melakukan energi positif atau kebaikan maka kita akan mendapat 
balasan berupa kebaikan pula. Begitu pula bila kita melakukan energi 
negatif atau keburukan maka kitapun akan mendapat balasan berupa 
keburukan pula. Kali ini izinkan saya menceritakan sebuah pengalaman 
pribadi yang terjadi pada 2003. 

Pada September-Oktober 2003 isteri saya terbaring di salah satu rumah 
sakit di Jakarta . Sudah tiga pekan para dokter belum mampu 
mendeteksi penyakit yang diidapnya. Dia sedang hamil 8 bulan. 
Panasnya sangat tinggi. Bahkan sudah satu pekan isteri saya telah 
terbujur di ruang ICU. Sekujur tubuhnya ditempeli kabel-kabel yang 
tersambung ke sebuah layar monitor. 

Suatu pagi saya dipanggil oleh dokter yang merawat isteri saya. 
Dokter berkata, “Pak Jamil, kami mohon izin untuk mengganti obat ibu”. 

Saya pun menjawab “Mengapa dokter meminta izin saya? Bukankan setiap 
pagi saya membeli berbagai macam obat di apotek dokter tidak meminta 
izin saya” 

Dokter itu menjawab “Karena obat yang ini mahal Pak Jamil.” 

“Memang harganya berapa dok?” Tanya saya. 

Dokter itu dengan mantap menjawab “Dua belas juta rupiah sekali 
suntik.” 

“Haahh 12 juta rupiah Dok, lantas sehari berapa kali suntik, dok?” 

Dokter itu menjawab, “Sehari tiga kali suntik pak Jamil.” 

Setelah menarik napas panjang saya berkata, “Berarti satu hari tiga 
puluh enam juta, Dok?” Saat itu butiran air bening mengalir di pipi. 
Dengan suara bergetar saya berkata, “Dokter tolong usahakan sekali 
lagi mencari penyakit isteriku, sementara saya akan berdoa kepada 
Yang Maha Kuasa agar penyakit istri saya segera ditemukan.” 

“Pak Jamil kami sudah berusaha semampu kami bahkan kami telah meminta 
bantuan berbagai laboratorium dan penyakit istri Bapak tidak bisa 
kami deteksi secara tepat, kami harus sangat hati-hati memberi obat 
karena istri Bapak juga sedang hamil 8 bulan, baiklah kami akan coba 
satu kali lagi tapi kalau tidak ditemukan kami harus mengganti 
obatnya, Ppak.” jawab dokter. 


Setelah percakapan itu usai, saya pergi menuju mushola kecil dekat 
ruang ICU. Saya melakukan sembahyang dan saya berdoa, “Ya Allah Ya 
Tuhanku… aku mengerti bahwa Engkau pasti akan menguji semua hamba- 
Mu, akupun mengerti bahwa setiap kebaikan yang aku lakukan pasti akan 
Engkau balas dan akupun mengerti bahwa setiap keburukan yang pernah 
aku lakukan juga akan Engkau balas. Ya Tuhanku… gerangan keburukan 
apa yang pernah aku lakukan sehingga Engkau uji aku dengan sakit 
isteriku yang berkepanjangan, tabunganku telah terkuras, tenaga dan 
pikiranku begitu lelah. Berikan aku petunjuk Ya Tuhanku. Engkau Maha 
Tahu bahkan Engkau mengetahui setiap guratan urat di leher nyamuk. 
Dan Engkaupun mengetahui hal yang kecil dari itu. Aku pasrah kepada 
Mu Ya Tuhanku. Sembuhkanlah istriku. Bagimu amat mudah menyembuhkan 
istriku, semudah Engkau mengatur milyaran planet di jagat raya ini.” 

Ketika saya sedang berdoa itu tiba-tiba terbersit dalam ingatan akan 
kejadian puluhan tahun yang lalu. Ketika itu, saya hidup dalam 
keluarga yang miskin papa. Sudah tiga bulan saya belum membayar biaya 
sekolah yang hanya Rp. 25 per bulan. Akhirnya saya memberanikan diri 
mencuri uang ibu saya yang hanya Rp. 125. Saya ambil uang itu, Rp 75 
saya gunakan untuk mebayar SPP, sisanya saya gunakan untuk jajan. 

Ketika ibu saya tahu bahwa uangnya hilang ia menangis sambil terbata 
berkata, “Pokoknya yang ngambil uangku kualat… yang ngambil uangku 
kualat…” Uang itu sebenarnya akan digunakan membayar hutang oleh 
ibuku. Melihat hal itu saya hanya terdiam dan tak berani mengaku 
bahwa sayalah yang mengambil uang itu. 

Usai berdoa saya merenung, “Jangan-jangan inilah hukum alam dan 
ketentuan Yang Maha Kuasa bahwa bila saya berbuat keburukan maka saya 
akan memperoleh keburukan. Dan keburukan yang saya terima adalah 
penyakit isteri saya ini karena saya pernah menyakiti ibu saya dengan 
mengambil uang yang ia miliki itu.” 

Setelah menarik nafas panjang saya tekan nomor telepon rumah dimana 
ibu saya ada di rumah menemani tiga buah hati saya. Setelah salam dan 
menanyakan kondisi anak-anak di rumah, maka saya bertanya kepada ibu 
saya “Bu, apakah ibu ingat ketika ibu kehilangan uang sebayak seratus 
dua puluh lima rupiah beberapa puluh tahun yang lalu?” 

“Sampai kapanpun ibu ingat Mil. Kualat yang ngambil duit itu Mil, 
duit itu sangat ibu perlukan untuk membayar hutang, kok ya tega- 
teganya ada yang ngambil,” jawab ibu saya dari balik telepon. 
Mendengar jawaban itu saya menutup mata perlahan, butiran air mata 
mengalir di pipi. 

Sambil terbata saya berkata, “Ibu, maafkan saya… yang ngambil uang 
itu saya, bu… saya minta maaf sama ibu. Saya minta maaaaf… saat 
nanti ketemu saya akan sungkem sama ibu, saya jahat telah tega sama 
ibu.” Suasana hening sejenak. Tidak berapa lama kemudian dari balik 
telepon saya dengar ibu saya berkata: “Ya Tuhan, pernyataanku aku 

cabut, yang ngambil uangku tidak kualat, aku maafkan dia. Ternyata 
yang ngambil adalah anak laki-lakiku. Jamil kamu nggak usah pikirin 
dan doakan saja isterimu agar cepat sembuh.” Setelah memastikan bahwa 
ibu saya telah memaafkan saya, maka saya akhiri percakapan dengan 
memohon doa darinya. 

Kurang lebih pukul 12.45 saya dipanggil dokter, setibanya di ruangan 
sambil mengulurkan tangan kepada saya sang dokter berkata “Selamat 
pak, penyakit isteri bapak sudah ditemukan, infeksi pankreas. Ibu 
telah kami obati dan panasnya telah turun, setelah ini kami akan 
operasi untuk mengeluarkan bayi dari perut ibu.” Bulu kuduk saya 
merinding mendengarnya, sambil menjabat erat tangan sang dokter saya 
berkata. “Terima kasih dokter, semoga Tuhan membalas semua kebaikan 
dokter.” 

Saya meninggalkan ruangan dokter itu…. dengan berbisik pada diri 
sendiri “Ibu, I miss you so much

No comments:

Post a Comment