Friday, June 27, 2014

Pohon Apel

Suatu ketika, hiduplah sebatang pohon apel besar dan anak lelaki yang senangb ermain-main di bawah pohon apel itu setiap hari.Ia senang memanjatnya hingga ke pucuk pohon, memakan buahnya, 
tidur-tiduran di keteduhan rindang daun-daunnya. Anak lelaki itu sangat mencintai pohon apel itu. Demikian pula pohon apel sangat mencintai anak kecil itu. Waktu terus berlalu. Anak lelaki itu kini telah tumbuh besar dan tidak lagi bermain-main dengan pohon apel itu setiap harinya. 

Suatu hari ia mendatangi pohon apel. Wajahnya tampak sedih. “Ayo ke sini 
bermain-main lagi denganku,” pinta pohon apel itu. “Aku bukan anak kecil 
yang bermain-main dengan pohon lagi,” jawab anak lelaki itu.”Aku ingin 
sekali memiliki mainan, tapi aku tak punya uang untuk membelinya.” 

Pohon apel itu menyahut, “Duh, maaf aku pun tak punya uang… tetapi kau 
boleh mengambil semua buah apelku dan menjualnya. Kau bisa mendapatkan uang untuk membeli mainan kegemaranmu.” Anak lelaki itu sangat senang. Ia lalu memetik semua buah apel yang ada di pohon dan pergi dengan penuh suka cita. Namun, setelah itu anak lelaki tak pernah datang lagi. Pohon apel itu 
kembali sedih. 




Suatu hari anak lelaki itu datang lagi. Pohon apel sangat senang melihatnya 
datang. “Ayo bermain-main denganku lagi,” kata pohon apel. “Aku tak punya 
waktu,” jawab anak lelaki itu. “Aku harus bekerja untuk keluargaku. Kami 
membutuhkan rumah untuk tempat tinggal. Maukah kau menolongku?” Duh, maaf 
aku pun tak memiliki rumah. 

Tapi kau boleh menebang semua dahan rantingku untuk membangun rumahmu,” kata 
pohon apel. Kemudian anak lelaki itu menebang semua dahan dan ranting pohon
apel itu dan pergi dengan gembira.Pohon apel itu juga merasa bahagia melihat 
anak lelaki itu senang, tapi anak lelaki itu tak pernah kembali lagi. Pohon 
apel itu merasa kesepian dan sedih. 

Pada suatu musim panas, anak lelaki itu datang lagi. Pohon apel merasa 
sangat bersuka cita menyambutnya.”Ayo bermain-main lagi denganku,” kata 
pohon apel.”Aku sedih,” kata anak lelaki itu.”Aku sudah tua dan ingin hidup 
tenang. Aku ingin pergi berlibur dan berlayar. Maukah kau memberi aku sebuah 
kapal untuk pesiar?” 

“Duh, maaf aku tak punya kapal, tapi kau boleh memotong batang tubuhku dan 
menggunakannya untuk membuat kapal yang kau mau. Pergilah berlayar dan 
bersenang-senanglah.” 

Kemudian, anak lelaki itu memotong batang pohon apel itu dan membuat kapal 
yang diidamkannya. Ia lalu pergi berlayar dan tak pernah lagi datang menemui 
pohon apel itu. 

Akhirnya, anak lelaki itu datang lagi setelah bertahun-tahun kemudian. “Maaf 
anakku,” kata pohon apel itu. “Aku sudah tak memiliki buah apel lagi 
untukmu.” “Tak apa. Aku pun sudah tak memiliki gigi untuk mengigit buah 
apelmu,” jawab anak lelaki itu. 

“Aku juga tak memiliki batang dan dahan yang bisa kau panjat,” kata pohon 
apel.”Sekarang, aku sudah terlalu tua untuk itu,” jawab anak lelaki itu.”Aku 
benar-benar tak memiliki apa-apa lagi yang bisa aku berikan padamu. Yang 
tersisa hanyalah akar-akarku yang sudah tua dan sekarat ini,” kata pohon 
apel itu sambil menitikkan air mata. 

“Aku tak memerlukan apa-apa lagi sekarang,” kata anak lelaki. 
“Aku hanya membutuhkan tempat untuk beristirahat. Aku sangat lelah setelah 
sekian lama meninggalkanmu.” “Oooh, bagus sekali. Tahukah kau, akar-akar 
pohon tua adalah tempat terbaik untuk berbaring dan beristirahat. Mari, 
marilah berbaring di pelukan akar-akarku dan beristirahatlah dengan tenang.” 
Anak lelaki itu berbaring di pelukan akar-akar pohon. 

Pohon apel itu sangat gembira dan tersenyum sambil meneteskan air matanya.

NOTE : 
Pohon apel itu adalah orang tua kita. 
Ketika kita muda, kita senang bermain-main dengan ayah dan ibu kita. Ketika 
kita tumbuh besar, kita meninggalkan mereka, dan hanya datang ketika kita 
memerlukan sesuatu atau dalam kesulitan. Tak peduli apa pun, orang tua kita 
akan selalu ada di sana untuk memberikan apa yang bisa mereka berikan untuk 
membuat kita bahagia. Anda mungkin berpikir bahwa anak lelaki itu telah 
bertindak sangat kasar pada pohon itu, tetapi begitulah cara kita 
memperlakukan orang tua kita. 

Dan, yang terpenting: cintailah orang tua kita. 
Sampaikan pada orang tua kita sekarang, betapa kita mencintainya; dan 
berterima kasih atas seluruh hidup yang telah dan akan diberikannya pada 
kita. 

No comments:

Post a Comment