Friday, June 27, 2014

Jam Tangan

Alkisah, seorang pembuat jam tangan berkata kepada jam yang sedang dibuatnya. “Hai jam, apakah kamu sanggup untuk berdetak paling tidak 31,104,000 kali selama setahun?” “Ha?,” kata jam terperanjat, “Mana sanggup saya?” “Bagaimana kalau 86,400 kali dalam sehari?” “Delapan puluh ribu empat ratus kali? Dengan jarum yang ramping-ramping seperti ini?” jawab jam penuh keraguan.

“Bagaimana kalau 3,600 kali dalam satu jam?” “Dalam satu jam harus berdetak 3,600 kali? Banyak sekali itu” tetap saja jam ragu-ragu dengan kemampuan dirinya. Tukang jam itu dengan penuh kesabaran kemudian bicara kepada si jam. “Kalau begitu, sanggupkah kamu berdetak satu kali setiap detik?” “Naaaa, kalau begitu, aku sanggup!” kata jam dengan penuh antusias.



Maka, setelah selesai dibuat, jam itu berdetak satu kali setiap detik. Tanpa terasa, detik demi detik terus berlalu dan jam itu sungguh luar biasa karena ternyata selama satu tahun penuh dia telah berdetak tanpa henti. Dan itu berarti ia telah berdetak sebanyak 31,104,000 kali.

Terkadang kita hanya perlu melakukan apa yang harus kita lakukan tanpa memikirkan betapa sulitnya pekerjaan itu. Bagian yang tersulit dalam menyelesaikan suatu pekerjaan adalah memulainya.

Thursday, June 26, 2014

Nilai Sebuah Kejujuran

Pada suatu ketika, seorang Kaisar China ingin memilih pengganti tahtanya. Kaisar tersebut sudah tua & tidak memiliki putra. Karena ia sangat menyukai bunga & tumbuhan, ia memutuskan untuk memanggil semua anak di kerajaannya & memberikan mereka masing – masing sebiji benih.
Ia mengatakan bahwa anak yang memiliki hasil terbaik dalam waktu enam bulan akan memenangkan kompetisi tersebut & akan menjadi penerus tahtanya.

Semua anak di China ingin memenangkan kontes tersebut. Berkumpullah banyak anak – anak di istana pada hari ketika Sang Kaisar memberikan biji benih. Setiap anak membawa pulang satu biji benih di tangannya.


Salah seorang anak bernama Jun. Ia pandai berkebun, semua orang di desanya mengatakan bahwa ia seorang petani muda terbaik di desa itu. Ia dengan hati – hati membawa benih dari Sang Kaisar pulang ke rumahnya.

Di rumah, ia mencoba menumbuhkan biji benih itu dalam sebuah pot dengan teliti & sebaik – baiknya.

Satu minggu sesudahnya , Cheun memberitahukan bahwa biji benihnya sudah bertunas. Manche kemudia mengatakan bahwa dalam potnya sudah muncul tunas muda. Lalu Wong pun menyatakan hal yang sama. Jun menjadi bingung – tak ada satu pun dari anak – anak tersebut yang dapat menanam pohon sebaik dirinya! Tapi biji benih Jun tidak tumbuh.

Segera semua pot di seluruh desa itu telah bertunas. Kemudian anak – anak tersebut memindahkan tanaman mereka keluar supaya tunas mudanya mendapatkan sinar matahari yang cukup. Segera, puluhan tunas muda dalam pot di desa Jun telah bertumbuh daun. Tapi biji benih Jun tidak tumbuh.

Jun kebingungan – apa yang salah? Dengan seksama Jun memindahkan biji benihnya ke dalam pot baru. Ia mengubah cara menanamnya, tapi tetap saja biji benih Jun tidak tumbuh.

Enam bulan berlalu. Semua anak harus membawa tanaman mereka ke istana untuk dinilai. Cheun, Manchu, Wong & ratusan anak lainnya menyiapkan pot tanaman mereka. Kemudian mereka memakai pakaian terbaik yang mereka miliki. Beberapa orangtua mendampingi putra mereka membawakan tanamannya.

“Apa yang harus kulakukan?” Tanya Jun pada orangtuanya.
“Biji benihku tidak mau tumbuh! Pot milikku kosong!”
“Kau sudah melakukan yang terbaik,” jawab ayahnya.
“Jun, bawa saja pot milikmu kepada Kaisar,” balas ibunya, “Itulah usaha terbaikmu.”




Jun membawa pot kosong miliknya ke istana. Ia merasa malu, tapi apa yang dikatakan orangtuanya benar. Ia telah berusaha sebaik mungkin.

Di istana, semua anak berbaris rapi. Mereka menunjukkan tanamannya. Kemudian Sang Kaisar memeriksanya satu per satu.

Ketika ia mendatangi Jun, ia mentertawakannya & bertanya,”Apa ini? Kau membawakan aku pot kosong??”

“Ya, Yang Mulia,” jawab Jun,”Saya mencoba sebaik mungkin. Saya menanam biji benih Yang Mulia berikan dengan tanah subur. Saya menjaga & mengamatinya setiap hari. Ketika biji benihnya tidak tumbuh, saya memindahkannya ke dalam pot baru. Saya bahkan memindahkannya kembali. Tapi tetap saja tidak tumbuh. saya minta maaf Yang Mulia.” Jelas Jun sambil menggelengkan kepala.

“Hmm,” jawab Sang Kaisar,”Aku akan memilihmu sebagai penerusku,” lanjutnya. Semua orang terkejut. Tapi kemudian Sang Kaisar berkata,”Saya tidak tahu darimana anak – anak ini mendapatkan biji benihnya. Tidak mungkin ada yang tumbuh dari biji – biji benih yang aku berikan pada mereka. Aku telah merebus semua biji benihnya.”

Dan dia tersenyum pada Jun & berkata,”Kau adalah satu – satunya anak yang mau jujur kembali dengan membawa pot kosong.”

Jangan Terlalu Cepat Menilai Keadaan

Ada sebuah cerita Cina kuno tentang seorang laki-laki tua yang sikapnya dalam memandang kehidupan berbeda sama sekali dengan orang-orang lain di desanya.

Rupanya laki-laki tua ini hanya mempunyai seekor kuda, dan pada suatu hari kudanya kabur. Para tetangganya datang dan menaruh belas kasihan kepadanya, mengatakan kepadanya betapa mereka ikut sedih karena kemalangan yang menimpanya.

Jawabannya membuat mereka heran.

"Tapi bagaimana kalian tahu itu kemalangan?" dia bertanya.



Beberapa hari kemudian kudanya pulang, dan ikut bersamanya dua ekor kuda liar. Sekarang si laki-laki tua punya tiga ekor kuda. Kali ini, tetangga-tetangganya mengucapkan selamat atas kemujurannya.

"Tapi bagaimana kalian tahu itu kemujuran?" dia menjawab.

Pada hari berikutnya, sementara sedang berusaha menjinakkan salah seekor kuda liar, anak laki-lakinya jatuh dan kakinya patah.

Sekali lagi, para tetangga datang, kali ini untuk menghibur si laki-laki tua karena kecelakaan yang menimpa anaknya.

"Tapi bagaimana kalian tahu itu kemalangan?" dia bertanya.

Kali ini, semua tetangganya menarik kesimpulan bahwa pikiran si tua kacau dan tidak ingin lagi berurusan dengannya.


Walaupun demikian, keesokan harinya penguasa perang datang ke desa dan mengambil semua laki-laki yang sehat untuk dibawa ke medan pertempuran. Tetapi anak si laki-laki tua tidak ikut diambil, sebab tubuhnya tidak sehat!

Kita semua akan menghayati kehidupan yang lebih tenang kalau kita tidak terlalu tergesa-gesa memberikan penilaian kepada peristiwa yang tejadi. Bahkan apa yang paling kita benci, dan yang masih menimbulkan reaksi negatif kalau terpikirkan oleh kita, mungkin memainkan peranan positif dalam hidup kita.