Showing posts with label Kisah Penghafal Al-Qur'an. Show all posts
Showing posts with label Kisah Penghafal Al-Qur'an. Show all posts

Tuesday, February 12, 2013

Bibit-bibit Penghafal Quran di Negeri Barat

Suatu saat, seseorang mengetuk pintu rumah kami. Begitu pintu saya buka, ternyata seorang gadis kecil. Kira-kira 11 tahunan. Namanya…, saat itu saya lupa. Ia menyodorkan sebuah tas kantong plastik. Tampaknya berisi pisang dan entah apa. Setelah saya tanya dari mana, ia menunjuk ke seberang jalan. Di sana berdiri seorang pria berjenggot tebal mengenakan surban. Tampaknya ia baru saja turun dari mobil. Kepada saya pria itu melambaikan tangan. Sedangkan gadis di depan saya, beberapa saat sebelum sempat saya tanya-tanyai lagi, langsung berlari ke arah pria tadi dan masuk rumahnya. Pria itu segera menyusul masuk.

Keesokan harinya, saya menunggu kesempatan sampai pria yang kemarin sore itu keluar rumah. Begitu dia keluar hendak masuk mobil, saya pun keluar rumah dan berjalan ke arahnya. Kami pun saling memperkenalkan diri. Ternyata Mahmood namanya. Kira-kira 45 tahunan. Kami bertukar tanya tentang asal-usul, sewajarnya orang baru kenal. Akhirnya bukan basa-basi lagi, saya jadi senang bercerita karena begitu ramahnya ia.

Di saat berikutnya, saya merasakan dia dan keluarganya memperhatikan kami. Belum sempat kami membalas atas kirimannya tempo hari, Mahmood memberi sesuatu lagi kepada kami. Berhubungan dengan makanan. Selain itu, ia sering memasukkan ke jadwal salat lewat di pintu rumah kami. Karenanya kami berusaha membalas kebaikan-kebaikannya. Di waktu berikutnya kami pun membuat masakan Indonesia sebagai “jawaban” atas ajakan mempererat silaturahmi.

Atas semua hal itu, saya mulai memperhatikan hal-hal yang tampak dari keluarga tetangga yang baik ini. Berasal dari Pakistan, Mahmood tinggal di negara kerajaan ini sejak 27 tahun yang lalu. Dari istrinya yang selalu mengenakan cadar, lahirlah tiga putri dan putranya. Gadis kecil tempo hari itu ternyata anak keempat. Kami biasa memanggilnya Maniba. Kakaknya, Rasyid, yang masih usia SMP, kira-kira tujuh bulan yang lalu, diajak oleh Mahmood ke Pakistan. Di sana ia dimasukkan ke sekolah asrama (semacam pesantren). Dua bulan yang lalu ketika saya tanya tentang putranya yang di Pakistan, Mahmood menjawab, “Alhamdulillah, dia baik-baik saja. Kini ia mengikuti program menghafal Quran. Alhamdulillah ia sudah menghafal 6 juz.”

Mahmood menambahkan, bahwa ia berkeinginan agar suatu saat Rasyid mengkhatamkan hafalan Qurannya dan kemudian bisa studi ke Mekah atau Madinah. Ia juga menginginkan putranya yang paling kecil mengikuti jejak kakaknya, meskipun tidak harus ke Pakistan. Adeel, nama si bungsu yang masih 8 tahun, kini telah menamatkan hafalan juz 30 di madresah yang diikutinya setiap sore hari.

Sampai di sini, cerita ini saya geser sedikit ke soal madresah. Setiap jam setengah lima sore, saya melihat Mahmood atau istrinya, mengantar putra-putrinya yang masih pergi ke madresah. Saya lihat, tetangga-tetangga yang lain juga sama. Di sore hari, sepulang dari sekolah, mereka di antar oleh ibu atau bapaknya untuk belajar lagi. Di tempat inilah mereka sehari-hari secara informal memperoleh pelbagai pengajaran tentang keislaman, mulai dari aqidah, ibadah, cara membaca Quran hingga bimbingan hafalan Quran.

Yang disebut terakhir ini, rupanya menjadi program favorit di tiap-tiap madresah yang pernah saya jumpai. Sekadar informasi, di Inggris, khususnya kota Birmingham yang populasi muslimnya cukup besar ini, banyak berdiri madresah. Sebagai institusi pendidikan yang bersifat informal, madresah menjadi alternatif untuk menutupi kekurangan ajaran keislaman yang hal itu tidak tersedia dalam kurikulum sekolah. Yang mengelola adalah – mereka biasa menyebut – para maulana. Karena begitu banyaknya madresah, bisa dibayangkan, potensi-potensi penghafal Quran semacam Rasyid dan Adeel ini banyak bermunculan di kerajaan yang menganut Katholik Anglikan ini.

Suatu saat kami mengajak anak-anak jalan-jalan ke sebuah taman yang tidak terlalu jauh dari tempat tinggal kami. Di arena playground saya memperhatikan seorang bapak muda sedang ndolani anaknya. Kanzul, nama bapak dua anak asal Bangladesh ini, tampak dengan bangganya menunjuk kepada anak pertamanya yang masih berumur 12 tahun dan telah mengkhatamkan hafalan Quran. Rupanya ia tidak saja menyekolahkan anaknya ke madresah, tetapi juga memanggil guru private ke rumahnya, demi meningkatkan .

Karena kami berminat memasukkan anak kami ke madresah, tetangga sebelah kanan mengajak saya untuk datang ke madresah tempat anaknya belajar. Setelah bertemu sang Maulana (belakangan saya kenal bernama Umar dan dia senang ketika beberapa bulan lalu sempat mengunjungi Malaysia, Singapore, dan Indonesia), ternyata kelasnya sudah penuh.

Sempat terpikir oleh saya, apakah program semacam ini tidak terlalu membebani sang anak. Namun kekhawatiran saya tidak terlalu beralasan, jika melihat keceriaan di wajah mereka sehari-hari. Terlebih mereka masih mempunyai kesempatan bermain. Di musim panas terutama, anak-anak ini biasa main di rumah dan menjadi teman bagi anak-anak kami. Di saat mereka bermain saya kerap mengajak berbincang-bincang tentang berbagai macam termasuk aktivitas mereka sehari-hari.

Dari mereka saya melihat sebuah harapan. Munculnya bibit-bibit ataupun permata yang akan meramaikan dunia dengan kalimat-kalimat Qurani. Dari sebuah negeri yang dikenal sekular. Insya Allah.


Bragg Road, 00.00 – 12.02.2013

Ditulis oleh Mohammad Rozi dipublis di kompasiana, link: http://edukasi.kompasiana.com/2013/02/12/bibit-bibit-penghafal-quran-di-negeri-barat-527723.html

Tuesday, December 6, 2011

Penghafal Al-quran Ditakuti Orang Israel

Artikel Dr Stephen Carr Leon patut menjadi renungan bersama. Stephen menulis dari pengamatan langsung. Setelah berada 3 tahun di Israel karena menjalani housemanship dibeberapa rumah sakit di sana. Dirinya melihat ada beberapa hal yang menarik yang dapat ditarik sebagai bahan tesisnya, yaitu, “Mengapa Yahudi Pintar?”
Ketika tahun kedua, akhir bulan Desember 1980, Stephen sedang menghitung hari untuk pulang ke California, terlintas di benaknya, apa sebabnya Yahudi begitu pintar? Kenapa tuhan memberi kelebihan kepada mereka? Apakah ini suatu kebetulan? Atau hasil usaha sendiri?
Maka Stephen tergerak membuat tesis untuk Phd-nya. Sekadar untuk Anda ketahui, tesis ini memakan waktu hampir delapan tahun. Karena harus mengumpulkan data-data yang setepat mungkin. Marilah kita mulai dengan persiapan awal melahirkan. Di Israel, setelah mengetahui sang ibu sedang mengandung, sang ibu akan sering menyanyi dan bermain piano. Si ibu dan bapak akan membeli buku matematika dan menyelesaikan soal bersama suami.
Stephen sungguh heran karena temannya yang mengandung sering membawa buku matematika dan bertanya beberapa soal yang tak dapat diselesaikan. Kebetulan Stephen suka matematika. Stephen bertanya,
“Apakah ini untuk anak kamu?”
Dia menjawab,
“Iya, ini untuk anak saya yang masih di kandungan, saya sedang melatih otaknya, semoga ia menjadi jenius.”
Hal ini membuat Stephen tertarik untuk mengikut terus perkembangannya. Kembali ke matematika tadi, tanpa merasa jenuh si calon ibu mengerjakan latihan matematika sampai genap melahirkan.
Hal lain yang Stephen perhatikan adalah cara makan. Sejak awal mengandung dia suka sekali memakan kacang badam dan korma bersama susu. Tengah hari makanan utamanya roti dan ikan tanpa kepala bersama salad yang dicampur dengan badam dan berbagai jenis kacang-kacangan.
Menurut wanita Yahudi itu, daging ikan sungguh baik untuk perkembangan otak dan kepala ikan mengandungi kimia yang tidak baik yang dapat merusak perkembangan dan penumbuhan otak anak didalam kandungan. Ini adalah adat orang orang Yahudi ketika mengandung. menjadi semacam kewajiban untuk ibu yang sedang mengandung mengonsumsi pil minyak ikan.
Ketika diundang untuk makan malam bersama orang orang Yahudi. Begitu Stephen menceritakan,
“Perhatian utama saya adalah menu mereka. Pada setiap undangan yang sama saya perhatikan, mereka gemar sekali memakan ikan (hanya isi atau fillet),”
ungkapnya.
Biasanya kalau sudah ada ikan, tidak ada daging. Ikan dan daging tidak ada bersama di satu meja. Menurut keluarga Yahudi, campuran daging dan ikan tak bagus dimakan bersama. Salad dan kacang, harus, terutama kacang badam.
Uniknya, mereka akan makan buah buahan dahulu sebelum hidangan utama. Jangan terperanjat jika Anda diundang ke rumah Yahudi Anda akan dihidangkan buah buahan dahulu. Menurut mereka, dengan memakan hidangan kabohidrat (nasi atau roti) dahulu kemudian buah buahan, ini akan menyebabkan kita merasa ngantuk.Akibatnya lemah dan payah untuk memahami pelajaran di sekolah.
Di Israel, merokok adalah tabu, apabila Anda diundang makan dirumah Yahudi, jangan sekali kali merokok. Tanpa sungkan mereka akan menyuruh Anda keluar dari rumah mereka. Menyuruh Anda merokok di luar rumah mereka.
Menurut ilmuwan di Universitas Israel, penelitian menunjukkan nikotin dapat merusakkan sel utama pada otak manusia dan akan melekat pada gen. Artinya, keturunan perokok bakal membawa generasi yang cacat otak ( bodoh). Suatu penemuan yang dari saintis gen dan DNA Israel.
Perhatian Stephen selanjutnya adalah mengunjungi anak-anak Yahudi. Mereka sangat memperhatikan makanan, makanan awal adalah buah buahan bersama kacang badam, diikuti dengan menelan pil minyak ikan (code oil lever).
Dalam pengamatan Stephen, anak-anak Yahudi sungguh cerdas. Rata rata mereka memahami tiga bahasa, Hebrew, Arab dan Inggris. Sejak kecil mereka telah dilatih bermain piano dan biola. Ini adalah suatu kewajiban.
Menurut mereka bermain musik dan memahami not dapat meningkatkan IQ. Sudah tentu bakal menjadikan anak pintar.
Ini menurut saintis Yahudi, hentakan musik dapat merangsang otak. Tak heran banyak pakar musik dari kaum Yahudi. Seterusnya di kelas 1 hingga 6, anak anak Yahudi akan diajar matematika berbasis perniagaan. Pelajaran IPA sangat diutamakan. Di dalam pengamatan Stephen,
“Perbandingan dengan anak anak di California, dalam tingkat IQ-nya bisa saya katakan 6 tahun kebelakang!! !” katanya.
Segala pelajaran akan dengan mudah di tangkap oleh anak Yahudi. Selain dari pelajaran tadi olahraga juga menjadi kewajiban bagi mereka. Olahraga yang diutamakan adalah memanah, menembak dan berlari. Menurut teman Yahudi-nya Stephen, memanah dan menembak dapat melatih otak fokus. Disamping itu menembak bagian dari persiapan untuk membela negara.
Selanjutnya perhatian Stephen ke sekolah tinggi (menengah). Di sini murid-murid digojlok dengan pelajaran sains. Mereka didorong untuk menciptakan produk. Meski proyek mereka kadangkala kelihatannya lucu dan memboroskan, tetap diteliti dengan serius. Apa lagi kalau yang diteliti itu berupa senjata, medis dan teknik. Ide itu akan dibawa ke jenjang lebih tinggi.
Satu lagi yg di beri keutamaan ialah fakultas ekonomi. Saya sungguh terperanjat melihat mereka begitu agresif dan seriusnya mereka belajar ekonomi. Diakhir tahun diuniversitas, mahasiswa diharuskan mengerjakan proyek. Mereka harus memperaktekkanya. Anda hanya akan lulus jika team Anda (10 pelajar setiap kumpulan) dapat keuntungan sebanyak $US 1 juta!
Anda terperanjat?
Itulah kenyataannya.
Kesimpulan pada teori Stephen adalah, melahirkan anak dan keturunan yang cerdas adalah keharusan. Tentunya bukan perkara yang bisa diselesaikan semalaman. Perlu proses, melewati beberapa generasi mungkin?

Mengapa Israel mengincar anak-anak Palestina.?
Kabar lain tentang bagaimana pendidikan anak adalah dari saudara kita di Palestina. Mengapa Israel mengincar anak-anak Palestina. Terjawab sudah mengapa agresi militer Israel yang biadab dari 27 Desember 2008 kemarin memfokuskan diri pada pembantaian anak-anak Palestina di Jalur Gaza.
Seperti yang kita ketahui, setelah lewat tiga minggu, jumlah korban tewas akibat holocaust itu sudah mencapai lebih dari 1300 orang lebih. Hampir setengah darinya adalah anak-anak.
Selain karena memang tabiat Yahudi yang tidak punya nurani, target anak-anak bukanlah kebetulan belaka. Sebulan lalu, sesuai Ramadhan 1429 Hijriah, Ismali Haniya, pemimpin Hamas, melantik sekitar 3500 anak-anak Palestina yang sudah hafidz al-Quran.
Anak-anak yang sudah hafal 30 juz Alquran ini menjadi sumber ketakutan Zionis Yahudi. “Jika dalam usia semuda itu mereka sudah menguasai Alquran, bayangkan 20 tahun lagi mereka akan jadi seperti apa?” demikian pemikiran yang berkembang di pikiran orang-orang Yahudi..
Tidak heran jika-anak Palestina menjadi para penghafal Alquran. Kondisi Gaza yang diblokade dari segala arah oleh Israel menjadikan mereka terus intens berinteraksi dengan al-Qur’an. Tak ada main Play Station atau game bagi mereka. Namun kondisi itu memacu mereka untuk menjadi para penghafal yang masih begitu belia. Kini, karena ketakutan sang penjajah, sekitar 500 bocah penghafal Quran itu telah syahid.
Perang panjang dengan Yahudi akan berlanjut entah sampai berapa generasi lagi. Ini cuma masalah giliran. Sekarang Palestina dan besok bisa jadi Indonesia. Bagaimana perbandingan perhatian pemerintah Indonesia dalam membina generasi penerus dibanding dengan negara tetangganya.
Ambil contoh tetangga kita yang terdekat adalah Singapura. Contoh yang penulis ambil sederhana saja, Rokok. Singapura selain menerapkan aturan yang ketat tentang rokok, juga harganya sangat mahal.
Benarkah merokok dapat melahirkan generasi “Goblok!” kata Goblok bukan dari penulis, tapi kata itu sendiri dari Stephen Carr Leon sendiri. Dia sudah menemui beberapa bukti menyokong teori ini.
“Lihat saja Indonesia,”
katanya seperti dalam tulisan itu.  Jika Anda ke Jakarta, di mana saja Anda berada, dari restoran, teater, kebun bunga hingga ke musium, hidung Anda akan segera mencium bau asak rokok! Berapa harga rokok? Cuma US$ .70cts !!!
“Hasilnya? Dengan penduduknya berjumlah jutaan orang berapa banyak universitas? Hasil apakah yang dapat dibanggakan? Teknologi? Jauh sekali. Adakah mereka dapat berbahasa selain dari bahasa mereka sendiri? Mengapa mereka begitu sukar sekali menguasai bahasa Inggris? Ditangga berapakah kedudukan mereka di pertandingan matematika sedunia?
Apakah ini bukan akibat merokok? Anda fikirlah sendiri?”
SEBUAH BAHAN RENUNGAN BAGI KITA SEMUA. SEMOGA KITA SADAR APA YANG TELAH , SEDANG DAN KE DEPAN YANG AKAN KITA LAKUKAN….
sumber : sabili

Friday, April 8, 2011

Buta Mata, Tapi tak Buta Al-Qur’an (Ghulam, Kami Pantas Iri Padamu)

Sebut saja ia dengan nama “Ghulam”. Salah seorang temanku yang diuji oleh Allah dengan satu kekurangan, ia buta. Tapi dibalik kekurangan itu terdapat begitu banyak kelebihan yang ada pada dirinya. Itulah hikmah dan kehendak Allah yang tidak seorangpun bias lepas dari kehendak-Nya.
Dengan segala keterbatasan yang ada pada dirinya, ia tetap tegar dan gagah dalam menjalani hidup ini. Ia tidak minder apalagi rendah diri dengan keadaannya. Suatu hari kebetulan kelas kami mengadakan acara mendaki gunung. Diluar dugaan kami, Ghulam menyatakan diri untuk tetap ikut. Bersama teman-temannya dahulu, ternyata ia telah menaklukkan dua gunung. Subhanallah....dengan keadaannya yang seperti itu ia melewati medan yang tidak hanya terjal, tetapi juga sempit karena berupa jalan setapak dengan jurang yang dalam di kanan-kirinya. Meski kadang harus tersandung, tergelincir, terperosok dan terjungkal namun itulah konsekwensi yang memang dengan sadar ia ambil, bahkan itu hal biasa bagi dia. Andai ia tidak ikut pun teman-teman pasti bisa memakluminya. Tetapi dengan azzamnya yang begitu kuat, ia telah mampu menaklukan gunung yang tinggi menjulang.

Satu obsesinya yang lain adalah ia ingin menjadi hafidzul qur’an, hafal Al-Qur’an 30 juz. Keinginan itu telah tertanam dalam sanubarinya sejak lama bak akar tunggang yang menancapa kuat ke tanah. Sebuah obsesi yang sangat mulia yang tidak semua orang memilikinya. Walaupun indra penglihatannya tidak berfungsi, jari-jemarinya ditambah mata batinnya seringkali lebih tajam dan peka daripada kita yang sempurna secara fisik. Hari-harinya diisi dengan meraba ayat-ayat al Qur’an Al Karim dalam bentuk Braille. Ayat demi ayat ia hafalkan, terkadang ia meminta bantuan teman untuk membacakan satu ayat kemudian ia hafalkan. Putus asa..? Kiranya kata itu tidak ada dalam kamus hidupnya. Bahkan keluh kesah pun tidak pernah terucap dari lisannya. Syukur dan sabar adlah kendaraan pribadinya yang salalu ia bawa kemana pun ia pergi. Dia sadar kalau hidup ini hanya sementara, maka seluruh apa yang dimilikinya akan dipersembahkan untuk Ilahi Rabbi, apapun konsekuensinya.

Akhirnya dengan mujahadah yang tak kenal lelah serta tawakal kepada Allah, kurang lebih 2,5 tahun lamanya, cita-cita mulia tersebut menjadi sebuah kenyataan. Ia menjadi hafidz al Qur’an, hafal 30 juz. Sungguh harapannya bukanlah angan semata. Benar-benar sebuah azzam yang sangat kuat hingga melahirkan iradah yang menghailkan buah amal untuk kemudian mampu mewujudkan sebuah impian besar. Ghulam..pantaslah kiranya jika kami iri pada kuatnya azzammu, gigihnya usahamu dan mujahadahnu yang tak kenal lelah.

Umar Abdurrahman (nama hijrah), Solo

Sumber: Majalah Ar-Risalah Edisi 69 Th.VI 1428 H



Monday, March 28, 2011

Anak Yang Buta Mampu menghafal Al-Qur’an dalam Rentang Waktu 2 Tahun dan Hanya Bicara dengan Bahasa yang Fasih

Faishol Da’sy Al-Qohthoni, seorang bocah berusia 12 tahun yang mengalami buta sejak lahir.Beberapa tahu lamanya ia hidup di tengah-tenah iklim yang tak bersahabat dan menggelisahkan karena ia tidak mampu melihat lingkungan sekitarnya.

Ia tidak putus asa atau membiarkan dirinya menjadi mangsa keterasingan.Setelah Allah mengaruniakan rahmat kepadanya, maka Allah menggantikan penglihatannya dengan kemampuan menghafal dalam taraf yang menabjubkan. Ia mampu menghafal Al-Qur’an hanya dalam rentang waktu 2 tahun saja ditengah decak kagum banyak orang kepadanya.

Bila Anda bertemu dengannya, maka ia akan menyambut Anda dengan lapang dada.Anda akan merasa seolah-olah Anda telah mengenalnya sejak lama. Dalam raut mukanya terlihat tanda-tanda senyum, keceriaan dan kebahagian.Ia memiliki sejumlah keistimewaan.Kecerdasannya begitu tajam.Kemampuanya melampaui anak-anak seusianya.Sehingga ia menjadi pusat sanjungan banyak orang, baik anak-anak maupun orang dewasa.
Ia berbicara dengan bahasa Arab yang fasih dan lancar. Bahasanya amat bagus.Ia menuturkan , “nama saya Faisal bin Da’sy Al-Qohthoni. Saya dilahirkan di Riyadh.Saya masuk madrasah An Nur selama 3 tahun, setelah saya pindah sekolah tahfiz Al-Qur’an.Berkata karunia Allah dan doronagan kedua ornag tuanya serta usaha yang keras para guru saya, saya mampu menghafal Al-Qur’an dengan baik.Awalnya saya, sering mendengar bacaan Al-Qur’an. Saya senang dengan bacaan dan tartilnya Syaikh Sudais.Selanjutnya saya tertarik dengan suara Kholid Al-Qohthoni. Maka ayahku memberikan hadiah kaset murottal 30 juz dengan bacaan Kholid Al-Qohthoni.
Ia melanjutkan ,”Saya hafal Al-Qur’an 30 juz, ditambah zikir pagi dan petang, doa tidur, doa makan dan minum serta sejumlah hadist”.
“Kenapa kamu berbicara dengan bahasa yang fasih dan enggan berbicara dengan dialek pasaran?’
“Bahasa yang fasih adalah bahasa Al-Qur’an serta bahasa seluruh bangsa arab.Sehingga,kita wajib menjaganya serta menyebarluaskannya ditengah-tengah generasi ini.
“Pesan apa yang bisa kamu sampaikan kepada saudara-saudaramu serta teman-temanmu sesama muslim?’
Faishol menjawab dengan penuh percaya diri dan sikap tenang, “ Aku pesankan kepada mereka agar tidak lalai.Aku peringatkan kepada mereka akan tipu daya setan da hendaknya mereka tidak menuruti syahwat serta tidak membuang-buang waktu mereka didepan layar TV melihat acara-acara yang tidak bermanfaat,bahkan merugikan.Juga, Aku pesankan kapada mereka agar menaruh perhatian kepada Al-Qur’an, banyak membacanya, serta berusaha menghafalnya”.
“ Bagaimana kamu menghafal Al-Qur’an? Apakah ada metode khusus yang kamu pratekkan?”
Faishol menjawab, “ Allah memeberikan petunjuk kepadaku untuk menempuh metode dengan mendengarkan kaset.Aku menaruh tape di dalam kamar dan meyambungnya dengan kabel. Aku dapat menghidupkannya dengan cara menekan tombol listrik yang ada di tembok.Secara otomatis, bacaan terulang-ulang hingga selesai proses hafalan seluruh yang ada di kaset. Kemudian aku menggantikannya dengan yang lain.
Tatkala ayah melihat dan mengetahui bahwa anaknya sudah tidak mampu lagi melihat, ia pun putus asa untuk pergi kerumah sakit dan pusat-pusat pengobatan, maka ia tidak memiliki cara selain mendaftarkannya di madrasah An-Nur yang menggunakan metode membaca dengan huruf Braile. Namun, ia merasa kurang cocok dan tidak menerima madrasah tersebut.

Akhirnya, ia memindahkan ke madrasah tahfiz Al-Qur’an. Sang ayah berpandangan untuk membiarkannya menikmati berbagai potensi yang ia miliki.Faishol memeiliki kesenangan mendengar bacaan Al-Qur’an, baik di rumah, kendaraan, atau di tempat- tempat lain. Sang ayah berpesan dan menekankan agar memasukkan anak-anak ke madrasah tahfiz meski banyak rintangan yang ia hadapi dan banyak mengikuti halaqoh- halaqoh tahfiz dengan ketekunan, kesungguhan, dan motivasi.

( Dikutip dari buku, “Nisa’un la ya’rifnal ya’s. Edisi terjemahan, “Seni menghafal Al-Qur’an/ Ahamad Salim Badwilan/hal 36-37.Solo: WIP.2008).

Saturday, March 12, 2011

Ummu Shalih, 82 tahun, Penghafal Al-Qur’an

RUBRIK KELUARGA pada Majalah Ad-Dakwah selalu menghadirkan kepada para pembacanya kisah-kisah yanq penuh keteladanan dan juga berbagai informasi yang menyejukkan hati.
Berikut ini adalah salah satu pengalaman nyata yang dimuat dalam majalah tersebut.  Mari kita simak bersama!
Ummu Shalih. 82 tahun, mulai menghafal Al-Qur’an pada usianya yang ke-70. Tamasyanya ke taman hafalan Al-Qur’an, sungguh sangat menginspirasi. Cita-citanya yang tinggi, kesabaran, dan juga pengorbanannya patut kita teladani.

Baca selengkapnya »

Mengenal Sosok Penghafal Quran Cilik di Negeri Sakura

Islamedia - Banyak kisah-kisah insppiratif yang makin meningkatkan kecintaan saya pada Allah semata. Entah, mungkin rasanya di negeri minoritas musllim yang serba sulit, sulit mencari makanan halal, sulit mencari jilbab, sulit mencari buku-buku Islam, dan lain sebagainya. Akan tetapi, semua kesullitan tersebut, tidak membuat kami para muslim menjadi  tidak semangat dalam menuntut ilmu. Meskipun jarak dari rumah ke masjid sangat jauh, harus ditempuh puluhan kilometer dengan turun naik kereta atau bus bukanlah penghalang buat mereka yang haus akan ilmu. 

Kali ini, saya akan bercerita tentang sebuah kisah yang paling menggugah hati saya, bahkan dalam hidup saya.

Anak kecil itu masih polos, masih berumur 10 tahun 10 bulan. Dia disalami banyak orang di Masjid Otsuka, kemarin sore. Anak kecil ini adalah Alayen, seorang anak yang sudah mampu menghafal seluruh isi Quran, dengan bacaan Mumtaaz. Memang anak ini bukan keturunan Jepang, melainkan keturunan Pakistan. Tapi, hampir semua orang Pakistan yang ada di Jepang tinggal selamanya di Jepang untuk berdakwah dan berbisnis. 

Minggu itu adalah sebuah momentum bagi seluruh muslilm di Jepang. Momentum untuk meningkatkan kecintaan kita pada Quran. Alayen membuka mata banyak muslim agar mengikuti jejaknya untuk menghafal Quran. Kemarin sore pula, dia diberi gelar Al-Hafidz oleh Holy Quran Memorization International Organization, Saudi Arabia. Pemerintah Saudi Arabia datang langsung ke tempat kami untuk memberikan gelar tersebut kepada Alayen. Bahkan, Pemerintah Saudi Arabia pun memberikan beasiswa kepada Alayen "Full Scholarship" sampai kuliah.

Alhamdulillah, panitia memberikan kesempatan kepada orang tua dan guru hafidz Alayen untuk berbagi pengalamannya. Inilah sepenggal cerita dari Ayah Alayen yang membuat saya sadar akan pentingnya Quran

Memang kita hidup di negeri yang bukan non Muslim, tapi saya ingin mempertahankan agar anak-anak saya tetap mendapat pendidikan Islam. Saya tidak memasukkan anak-anak saya ke nihon no gakko (Sekolah Jepang). Saya biarkan anak saya hanya belajar di Masjid dan menghafal Quran, karena saya ingin dia benar-benar fokus menghafal Quran dan tidak memiliki pikiran lain selain menghafal Quran. Lalu orang-orang di sekitarku bertanya "kenapa tidak dimasukkan saja ke sekolah Jepang sambil menghafal Quran, jadi dia nanti bisa pintar keduanya?". Saya yakin pada Allah, bahwa ketika seseorang sudah bisa menghafal Quran, maka dia akan mampu menguasai semua bidang. Lalu Ayah Alayen berkata dengan bangga, "Sekarang anak saya bisa melanjutkan sekolah langsung naik kelas 5 SD melalui test di sekolah, dan kini dia bisa berbahasa 4 bahasa dengan baik, Inggris, Jepang, Arab, dan pastinya bahasa Urdu."

Sekarang mata saya terbuka, sebelum belajar apapun, manusia itu harus belajar Quran. Dan yakinlah,  orang-orang yang mempelajari dan mengajar Quran akan mendapat derajat yang lebih tinggi. Semoga, kita juga bisa menjadi penghafal Quran.

Penulis
Nurul Septiani, SKM
Kontributor Islamedia Dakwah Mancanegara
 
Sumber: http://www.islamedia.web.id/2011/02/mengenal-sosok-penghafal-quran-cilik-di.html

Friday, February 11, 2011

10 BERSAUDARA BINTANG AL-QUR’AN (Kisah Nyata Membesarkan Anak Menjadi Hafiz Al-Qur’an dan Berprestasi)


       
   

Diceritakan dalam buku yang berjudul “Sepuluh Bersaudara Bintang Al-Qur’an”, karya Izzatul Jannah & Irfan Hidayatullah, adalah pasangan Ibu Wirianingsih dan Pak Mutamimul ‘Ula yang mampu melahirkan dan mencetak genarasi unggul yaitu genarasi Qur’ani yang berinteraksi dengan al-quran secara intensif dan dan menjadikan Al-qur’an sebagai basis dan ilmu pertama anak-anak mereka sebelum mereka berinteraksi dengan ilmu-ilmu lainnya.Kedua pasangan ini mengukir azam dan melukis tekad yang kuat untuk menjadikan keluarga mereka sebagai bagian dari “penjaga” Al-Qur’an yaitu dengan menghafalnya dan mewarnai seluruh kehidupan mereka dengan Al-Qur’an. Ditengah tontonan dan arus informasi yang serba egosentris dan hedonis seperti sekarang ini, keluarga ini mampu mengukir cita-cita mulia, dan membuktikan bahwa Al-qur’an adalah solusi segala problema hidup, bisa mendidik genarasi mencintai dan beinteraksi secara intensif dengan Al-Qur’an.
     Kedua pasangan suami istri ini adalah pasangan yang kesehariannya jarang sekali dirumah mendampingi anak-anak mereka yang jumlahnya sepuluh, karena saking sibuk dan padatnya jadwal meraka untuk berdakwah dan menunaikan tugas-tugas untuk membina umat.Yang satu adalah adalah pemimpin tertinggi salah satu organisasi muslimah yang cabangnya meliputi 150 kota di Indonesia, sementara yang satu adalah anggota DPR-RI. Namun demikian, ditengah kesibukan kesehariannya, mereka berdua mampu melahirkan dan membina anak-anak mereka bak bintang-bintang yang cemerlang. Sebagian besar dari kesepuluh anaknya hafal Al-qur’an. Lebih dari itu anak-anak tersebut berprestasi luar biasa didunia akademisnya.
     Pasangan ini mengubah cara pandang mengenai prestasi, dimana orang hanya bangga dan mementingkan akan prestasi akademis (prestasi dunia ) saja, namun bagi pasangan ini adalah bagaimana menanamkan akan pentingnya prestasi ukhrawi (salah satunya hafal Al-Qur’an) bagi anak- anak meraka disamping juga prestasi duniawinya. Meraka mendidik anak meraka berdasarkan keyakinan akan janji Allah untuk memiliki prestasi ukhrawi kemudian akan membuahkan prestasi duniawi berupa kecerdasan dan kesuksesan akademis. Itulah yang terjadi pada keluarga Mutamimul ‘Ula dan Wirianingsih. Keyakinan kuat akan keutamaan menghafal Al-Qur’an telah mendorong kesepuluh putra-putrinya tumbuh menjadi penghafal Al-Qur’an yang tidak hanya mampu melafazkan Al-Qur’an, tetapi juga memiliki prestasi kademis yang membanggakan.

-Afzalurahman putra pertama, hafal Al-Qur’an 30 juz pada usia 13 tahun, bisa membaca dan mulai menghafal Al-qur’an pada usia 5 tahun. Lahir pada 23 April 1986, tercatat sebagai mahasiswa ITB Bandung, fakultas teknik pertambangan dan Perminyakan, jurusan Teknik Geofisika.Ketua Pembina Majelis Taklim Salman ITB dan terpilih sebagai peserta Pertamina Youth Programe 2007. Prestasi yang pernah diraih: Peringkat I di kelas ( SDIT), perwira brigade terbaik SDIT (1998), Ketua PMR/Paskibra MTs (1999), Ketua Osis Mts (2000), Peringkat I ( kelas 1 dan 2 se-MTs), Juara Nasyid pelajar se-Solo (2003).

-Faris Jihady Hanifa putra kedua,lahir tahun 1987. Hafal Al-Qur’an 30 juz pada usia 10 tahun tahun dengan predikiet mumtaz dalam rentang 2 tahun 10 bulan.- saat tulisan ini ditulis usianya 21 tahun dan duduk semester tujuh Fakultas Syari’at LIPIA- Torehan prestasi yang pernah diraihnya adalah; Peraih juara 1 lomba tahfiz Al-qur’an yang diselenggarakan oleh kerajaan Arab Saudi di Jakarta tahun 2003, menjadi imam shalat taraweh di pesantren pada usia 12 tahun, juara olimpiade IPS tingkat SMA yang diselengggrakan UNJ tahun 2004, Ketua OSIS MA Al Hikmah tahun 2003,dikampus ia menjadi Sekum KAMMI Jakarta.

-Putri ketiganya Maryam Qanitat , hafal Al-Qur’an 30 juz pada usia 16 tahun , lahir tahun 1988. Kuliah di jurusan Hadis Fakultas Ushuludin Universitas Al Azhar Kairo, mendapatkan sanad Rasullullah dari Syeikh Al Azhar.Pelajar teladan dan lulusan terbaik Pesantren Husnul Khatimah tahun 2006.

- Afifah putri keempat, yang tercatat sebagai mahasiswa Fakultas hukum UI.Dia menyelesaikan hafalan 29 juz saat lulus SMA. Preatasinya yaitu juara III lomba murottal Qur’an tingkat SMA se Jakarta selatan (2004) dan sebagai pelajar teladan SMPIT Al Hikmah 2004.

-Ahmad Rasikh ‘Ilmi anak kelima, kelahiran tahun 1991. Mulai menghafal usia 5 tahun jumlah juz yang dihafal 15 juz. Prestasi yang diperoleh , pelajar teladan SDIT Al-Hikmah 2000, Lulusan terbaik SMPIT Al Kahfi 2006, juara I Kompetisi English Club Al Kahfi 2003. Musyrif Bahasa Arab MA husnul Khatimah.

- Ismail Ghulam Alim anak keenam lahir tahun 1993, hafal 13 juz Al-Qur’an. Merupakan santri teladan, santri favorit, juara umum, tahfiz terbaik tiga tahun berturut-turut., juara sejumlah kompetisi seperti olimpiade, cerdas cermat, lomba pidato bahasa Arab dan pramuka.

- Yusuf Zaim hakim, anak ke -7,lahir tahun 1994, hafal 9 juz Al-Qur’an. Juara I di SDIT dan SMP, Finalis kompetisi fisika tingkat Kabupaten Bogor.

- Muhammad Syahihul Basyir, kelahiran Juanuari 1994. Yang istimewa adalah putra kedelapan ini.Waktu duduk di SDIT Al Hikamh, dia sempat berazam untuk memecahkan rekor hafal Al-Qur’an saat lulus SD. Pada saat itu, dia telah hafal Al-Qur’an 25 juz dan azzam itu tercapai, ia hafiz Al-Qur’an 30 juz.

-Hadi Sabila Rosyad dan Himmary Musyarah masing-masing anak ke-9 kelahiran 1997dan ke-10 kelahiran 1999, hafal Al-qur’an 2 juz.

Yang menjadi pertanyaan kita, bagaimana mereka bisa mendidik putra-putrinya untuk menghafal Al-Qur’an? Ternyata jawabannya sederha, tetapi memiliki makna dan perjuangan luar biasa.Keyakinan yang kuat dan kecintaan untuk kembali kepada kalamullah (Al-Qur’an) itu saja yang mendasari pasangan ini untuk membuat anak-anaknya menjadi penghafal Al-Qur’an. Keyakinan bahwa Al-Qur’an sebagai pedoman hidup dilekatkan dalam hati dan jiwa putra-putrinya. Putra-putri mereka seluruhnya mengawali masa kanak-kanak mereka dengan bergaul secara intensif bersama Al-Qur’an. Pasangan ini secara sistematis telah merancang kurikulum berbasis Al-Qur’an bagi putra-putrinya. Untuk menuju dan mencapai cita-cita mulia tersebut tentu saja tidak mudah, tentu memerlukan ikhtiar yang tidak mudah, pasangan ini terutama sang Ibu, menemani, mendorong, menghibur, serta memotivasi kesepuluh putra-putri mereka untuk menghafal Al-Qur’an.
Maka dalam rangka merealisasikan cita-cita besar ini, pasangan ini berusaha membangun keluarga yang kokoh dan shalih. Ada visi dan aturan yang jelas yang diterapkan dalam keluarga meraka, dimana semua aturan itu tertulis dan wajib dilaksanakan oleh setiap anggota kelurga. Dalam masa-masa awal putra-putrinya menghafal, mereka tidak mempunyai Televisi dirumah, yang lebih banyak berisi tontotan yang tidak mendidik.Tidak ada gambar-gambar syubhat dirumah, tidak ada music-musik laghwi yang menyebabkan lalai kepada Allah dan diganti dengan nasyid islami. Keluarga ini melakukan pembiasaan dan menajemen waktu yang memanfaatkan waktu-waktu utama untuk menghafal dan berinteraksi dengan Al-Qur’an, dimana ada 2 dua waktu yang tidak boleh dilanggar dari program yang mereka tetapkan, yaitu waktu setelah shubuh dan setelah magrib, pada kedua waktu itu mereka membiasakan dan mengistiqamahkan agenda agar putra-putrinya mereka berinteraksi dengan Al-Qur’an selama 1 jam. Dan memanfaatkan masa emas untuk menghafal Al-Quran yaitu, masa kecil. Dalam sebuah kesempatan sang Ibu berkata, “Saya tidak melewatkan masa-masa penting usia emas perkembangan anak. Saya selalu berdoa setiap hari, setiap saat, dari anak kesatu sampai anak kesepuluh agar mereka menjadi generasi unggul.” Pada saat usia mereka masih balita, Ibunya senantiasa membaca Al-Qur’an dekat putra-putrinya, mengajarkan huruf demi huruf Al-Qur’an kepada meraka dengan metode belajar sambil bermain, satu hari satu huruf Al-Qur’an. Kedua pasangan ini menerapkan metode dan pendekatan yang berbeda untuk masing-masing putra-putri mereka. Ada yang dimasukkan pesantren Tahfiz, ada yang hanya menghafal dirumah dan Sekolah Islam Terpadu. Penguatan positif yang diterapkan pasangan suami istri ini adalah dengan memberi reward atau hadiah-hadiah kecil yang disukai masing-masing putra-putri mereka.
Demikianlah sepasang suami istri yang merajut asa dan menguklir azam dan tekad untuk menjadikan anak-anak meraka generasi pewaris dan penghafal Al-Qur’an. Meraka telah memulai, lalu bagaimana dengan kita, bagaimana dengan keluarga kita. Adakah dalam diri kita, bagian dari ayat-ayat Al-Qur’an yang terukir dan terpahat dalam Kalbu kita. Adakah Al-Qur’an dihati kita, atau sudahkah kita memprogram dan mencita-citakan untuk menghafal Al-Quran.?

 Ditulis ulang dan diringkas oleh:
Ahmad Bin Ismail Khan