♫•*¨*•.¸¸ﷲ¸¸.•*¨*•♫♥♥♥♥♥♥♫•*¨*•.¸¸ﷲ¸¸.•*¨*•♫♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥
Malam ini, aku ingin berbicara mengenai rasa kekecewaan seseorang terhadap saudara/inya.
Sebut saja namanya Fulanah. Begitu banyak prasangka yang hadir pada dirinya. Bukan sebagai pelaku yang berprasangka. Ternyata, ia adalah korban dari prasangka orang lain terhadapnya.
Menangis, deras dan tak henti... Mengingat kesalahan yang tak sepenuhnya harus ia tanggung. Berat beban yang berada di pundaknya. Menjalani hari-hari yang sebenarnya orang lain tak pernah tahu apa yang tengah diperjuangkannya.
Hal ini, membuatku jadi teringat... Bahwa berbagai prasangka buruk terhadap orang lain sering kali bersemayam di hati kita. Sebagian besarnya, tuduhan itu tidak dibangun diatas tanda atau bukti yang cukup. Sehingga yang terjadi adalah asal tuduh kepada saudara/inya yang lain. Kasihan sekali, korban yang menjadi tuduhannya... Iya kalau memang benar tuduhannya tersebut dan merasa bersalah, lah kalau ternyata yang dituduhkan padanya tak sepenuhnya benar, bagaimana???
Ternyata buruk sangka kepada orang lain atau su`uzhan mungkin biasa atau bahkan sering hinggap di hati kita. Berbagai prasangka terlintas di pikiran kita, si A begini, si B begitu, si C demikian, si D demikian dan demikian. Begitulah, ada saja orang yang kita prasangkakan. Namun, yang parahnya adalah terkadang perasangka kita itu tiadalah berdasar dan tidak beralasan. Memang semata-mata sifat kita suka curiga dan penuh sangka kepada orang lain, lalu kita membiarkan zhan tersebut bersemayam di dalam hati. Bahkan kita membicarakan serta menyampaikannya kepada orang lain bukan menyampaikan langsung pada orang yang kita tuduh melakukan sesuatu yang tidak pada tempatnya. Padahal su`uzhan kepada sesama kaum muslimin tanpa ada alasan/bukti merupakan perkara yang terlarang dalam agama.
Alloh Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ
“Wahai orang-orang yang beriman, jauhilah oleh kalian kebanyakan dari persangkaan (zhan) karena sesungguhnya sebagian dari persangkaan itu merupakan dosa.” (Al-Hujurat: 12)
Jadi, Alloh Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan kita untuk menjauhi kebanyakan dari prasangka dan tidak mengatakan agar kita menjauhi semua prasangka. Karena memang prasangka yang dibangun di atas suatu tanda-tanda yang menunjukkan ke arah tersebut tidaklah terlarang. Hal itu memang merupakan tabiat manusia.
Subhanalloh, perlu begitu hati-hati terhadap sikap yang kita lakukan. Abu Hurairah pernah menyampaikan sebuah hadits yang berbunyi:
إِيَّاكُمْ وَالظَّنَّ فَإِنَّ الظَّنَّ أَكْذَبُ الْحَدِيْثِ، وَلاَ تَحَسَّسُوْا، وَلاَ تَجَسَّسُوْا، وَلاَ تَنَافَسُوْا، وَلاَ تَحَاسَدُوْا، وَلاَ تَبَاغَضُوْا، وَلاَ تَدَابَرُوْا، وَكُوْنُوْا عِبَادَ اللهَ إِخْوَانًا كَمَا أَمَرَكُمْ، الْمُسْلِمُ أَخُوْ الْمُسْلِمِ، لاَ يَظْلِمُهُ، وَلاَ يَخْذُلُهُ، وَلاَ يَحْقِرُهُ، التَّقْوَى هَهُنَا، التَّقْوَى ههُنَا -يُشِيْرُ إِلَى صَدْرِهِ- بِحَسْبِ امْرِئٍ مِنَ الشَّرِّ أَنْ يَحْقِرَ أَخَاهُ الْمُسْلِمَ، كُلُّ الْمُسْلِمِ عَلَى الْمُسْلِمِ حَرَامٌ دَمُهُ وَعِرْضُهُ وَمَالُهُ، إِنَّ اللهَ لاَ يَنْظُرُ إِلَى أَجْسَامِكُمْ، وَلاَ إِلَى صُوَرِكُمْ، وَلَكِنْ يَنْظُرُ إِلَى قُلُوْبِكُمْ وَ أَعْمَالِكُمْ
“Hati-hati kalian dari persangkaan yang buruk (zhan) karena zhan itu adalah ucapan yang paling dusta. Janganlah kalian mendengarkan ucapan orang lain dalam keadaan mereka tidak suka. Janganlah kalian mencari-cari aurat/cacat/cela orang lain. Jangan kalian berlomba-lomba untuk menguasai sesuatu. Janganlah kalian saling hasad, saling benci, dan saling membelakangi. Jadilah kalian hamba-hamba Alloh yang bersaudara sebagaimana yang Dia perintahkan. Seorang muslim adalah saudara bagi muslim yang lain, maka janganlah ia menzalimi saudaranya, jangan pula tidak memberikan pertolongan/bantuan kepada saudaranya dan jangan merendahkannya. Takwa itu di sini, takwa itu di sini.” Beliau mengisyaratkan (menunjuk) ke arah dadanya. “Cukuplah seseorang dari kejelekan bila ia merendahkan saudaranya sesama muslim. Setiap muslim terhadap muslim yang lain, haram darahnya, kehormatan dan hartanya. Sesungguhnya Alloh tidak melihat ke tubuh-tubuh kalian, tidak pula ke rupa kalian akan tetapi ia melihat ke hati-hati dan amalan kalian.” (HR. ِBukhari Muslim)
Luar biasa... Ternyata Alloh sudah melarang jelas-jelas untuk tidak berprasangka pada orang lain. Apalagi terhadap saudara/inya sendiri yang telah diikat oleh tali ukhuwah. Bila ada yang kurang disenangi dengan apa yang dilakukan oleh saudara/i kita, alangkan lebih baiknya bila disampaikan secara langsung, tanpa membicarakannya di belakang dan diceritakan ke orang lain. Tak malu kah, aib saudara/inya diumbar? Tak jijikkah, memakan bangkai saudara/inya sendiri?
alu ohh malu... Ya Robb, lindungi diri dari berprasangka terhadap orang lain. Masih banyak waktu untuk bisa menghabiskan waktu dengan hal berguna. Mengapa kita terlalu memikirkan urusan orang lain? Mengapa juga kita selalu meributkan masalah sepele, padahal semuanya akan mudah jika disampaikan atau dibicarakan dari hati ke hati, bukan malah bermain belakang. Semoga, kita tak menganggap diri kita jauh lebih baik dari orang lain, semoga prasangka yang pernah kita jatuhkan pada saudara/i kita diampuni dan segera Alloh beri kesempatan kita untuk memperbaiki diri.
إِنَّ اللهَ تَجَاوَزَ لِإُمَّتِي مَا حَدَثَتْ بِهِ أَنْفُسَهَا مَا لَـمْ يَتَكَلَّمُوْا أَوْ يَعْمَلُوْا بِهِ
“Sesungguhnya Alloh memaafkan bagi umatku apa yang terlintas di jiwa mereka selama mereka tidak membicarakan atau melakukannya.” (HR. Bukhari Muslim)
Masih ada waktu untuk bermuhasabah diri... Membingkainya dalam munajat pada Ilahi. Dekatilah Tuhan sebelum Ia menjauhi... Dan akhirnya harus berpikir berkali-kali, sebelum dosa-dosa menelan bumi dan penyesalan yang mesti dihadapi.
*Belajar berintrospeksi diri, sebelum orang lain dihakimi. Belajar mencintai, sebelum cinta itu pergi.
Persembahan untuk saudara/iku yang sempat terkotori hatinya oleh prasangka, yuk berbenah diri dan tabayun sebelum prasangka mengotori hati.
No comments:
Post a Comment