Lanjutan dari Halaman 35:
Hari ini adalah hari yang terakhir bagi Putri dan Andika untuk mengunjungi Tari. Pagi-pagi besok keduanya akan bertolak ke Jakarta, sebab libur mereka telah habis. Sangat berat terasa kepada mereka akan meninggalkan Tari, apalagi oleh karena penyakitnya yang rupa-rupanya makin bertambah parah. Dokter sudah berbisik kepada Andika, bahwa penyakit Tari sudah susah untuk mengobatinya. Dinyatakan kekhawatirannya kalau usahanya hanya sia-sia.
Bagi Tari perpisahan dengan kedua orang yang dicintainya itu lebih berat lagi. Meskipun penyakitnya tiada menjadi ringan barang sedikitpun, tetapi dalam seminggu ini tiada terkata-kata bahagia rasa hatinya setiap hari bisa bertemu dengan tunangannya dan kakaknya itu. Dan sekarang waktunya ia akan di tinggalkan Andika dan Putri itu, betapa amat pilu rasa hatinya dan berbagai-bagai pikiran menghantui dirinya.
Dari tempat tidurnya Tari memandangkan matanya keluar jendela. Keindahan permainan benda di langit datang mendorong kalbunya tiada tertahan-tahan lagi. Dan sedang di lamun kesedihan perpisahan dengan kedua orang yang di cintainya itu. Lebih-lebih terasa kepadanya perbedaan keadaan dirinya dengan keindahan tamasya alam di sekelilingnya.Tetapi meskipun demikian sekejab tertarik terhanyut juga hatinya yang pemuja keindahan itu oleh kepermaian pemandangan ketika itu, sehingga sebelum dapat di insyafkannya telah keluarlah dari mulutnya antara kedengaran atau tidak “Alangkah indahnya tamasya di senja ini, coba kalau saya masih bisa menikmatinya pasti akan saya rasakan ….”
Mendengar ucapan Tari itu Andika dan Putri sejurus memalingkan matanya ke luar jendela dan keindahan alam pada pertukaran siang dan malam itu masuk kedalam kalbu mereka mendalamkan perasaan sayu dan pilu akan perpisahan yang amat lekas, tiada dapat ditunda lagi.
Andika mengeluarkan arlojinya dan dari mulutnya keluar seperti riak air yang tiada berarti dan bermakna.” Lima belas menit lagi pukul enam.”
Di tundukannyalah kepalanya melihat ujung sepatunya. Sekejap lamanya diangkatnya pula mukanya dan iapun melihat kepada kekasihnya yang terbaring di tempat tidur. Pada saat itu bertemu matanya dengan mata Tari yang kebetulan sedang mengamat-amati perangai tunangannya itu. Senyum yang di paksa membayang pada muka yang berjorokan tulang itu menyerupai seringai dan berat mengeluh selaku setelah perjuagan batin yang hebat itu.
Andika berdiri pula sambil mengeluarkan arlojinya dan dari mulutnya keluar kata-kata” tinggal dua menit lagi pukul enam.” Kedua-duanya berdiri tegak dekat kepala Tari untuk mengucapkan selamat tinggal. Sama-sama mereka bersungguh-sungguh memberi nasihat kepada Tari supaya jangan menuruti hatinya, ia jangan sekali-kali berputus asa. Sekali lagi Putri dan Andika memberi nasihat kepada Tari, sekali lagi mereka mengatakan bahwa ia mesti sembuh, maka diucapkan merekalah” selamat tinggal kepada juru rawat dan Tari.”
Dalam senja raya yang sejuk itu berjalanlah orang berdua itu dengan tiada bercakap-cakap barang sepatah katapun. Diseluruh tanah pegunungan itu malam telah mulai menyiratkan gelapnya. Mega hanya tinggal kekelabu-labuan dan disana-sini masih tampak kekabur-kaburan warna ungu lembayun, laksana jejak cahaya matahari yang telah turun dibalik gunung padu perkasa yang biru hitam rupanya. Di langit bertambah lama bertambah banyak kelihatan bintang kemilau mengerlip memandang dunia.
Andika dan Putri terus berjalan ke bawah menuju auto yang akan membawa mereka kembali ke rumah. Berbagai-bagai pikiran dan perasaan mengacaukan jiwa mereka. Waktu terus berjalan. Keresik gugur, gugur ke bumi dan puncak muda memecah, memecah pula di ujung dahan.” Hhuuhh…. Alangkah lekasnya waktu berjalan…..”
Hari masih pagi-pagi dan di perkuburan dekat kota Baru, tiada beberapa jauh dari rumah Andika sunyi senyap. Tempat manusia melepas lelahnya setelah perjuangan hidupnya itu, ketika itu tempat beristirahat yang sunyi dan aman. Tak ada suatu bunyi ataupun suara yang ganjil yang mengusik ketenangan yang mulia dan kudus itu.
Dari kejauhan terlihat dua orang anak muda datang sambil membawa untaian bunga mawar yang indah.mereka tidak lain adalah Andika dan Putri. Mereka datang ke kuburan itu hanya untuk berjiarah ke makam orang yang sama-sama di cintainya itu.
Pada batu nisan pualam putih terlukiskan sebuah nama yang tiada lain adalah Tari.
“Tari berpulang 10 Januari 1992.”
Ia wafat dalam usia yang ke 22 tahun.
Tidak lama kemudian, perkebunan itupun sepi kembali tanpa ada satu suarapun. Sementara itu,Putri dan Andika telah beranjak pergi meninggalkan perkuburan itu, walaupun berat hati kedua orang itu meninggalkan tempat itu. Terus, auto mereka melancar, berbelok-belok menurun kebawah ke tempat kerja manusia di tengah-tengah perjuangan dengan sedih dan senangnya………….
TAMAT
Semoga Bermanfaat Like - Bagikan :)
No comments:
Post a Comment